Lintaspasundan news
SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA. (26/11/2024). Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengeluarkan Putusan Nomor 129/PUU-XXII/2024, sebuah keputusan yang membawa dampak besar terhadap dinamika politik lokal di Indonesia. Keputusan ini secara khusus menyoroti penghitungan masa jabatan kepala daerah, menjawab berbagai kontroversi terkait pencalonan kembali kandidat yang telah menjabat dua periode.
Latar Belakang: Pasal 19 Huruf e PKPU 8/2024.
Putusan ini berawal dari perdebatan mengenai Pasal 19 huruf e dalam Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024, yang menyatakan bahwa masa jabatan kepala daerah dihitung sejak tanggal pelantikan. Ketentuan ini sempat digunakan sebagai landasan oleh sejumlah calon kepala daerah yang telah menjabat dua periode untuk tetap maju dalam Pilkada Serentak 2024, termasuk di antaranya Edi Damansyah.
Sebagai contoh, dalam kasus Edi Damansyah, yang sebelumnya mengajukan permohonan melalui perkara Nomor 2/PUU-XXI/2023, MK menegaskan bahwa masa jabatannya sebagai Plt Bupati Kutai Kartanegara dihitung sebagai satu periode penuh. Putusan tersebut membentuk preseden hukum bahwa masa jabatan, termasuk saat menjabat sebagai pejabat sementara (Plt), dihitung berdasarkan pelaksanaan tugas, bukan pelantikan formal.
Bacajuga
https://www.lintaspasundan.com/2024/11/keindahan-cinta-elrumy-syifa-hadju.html
Substansi Putusan MK No. 129/PUU-XXII/2024.
Dalam putusannya, MK kembali memperkuat prinsip yang telah ditegaskan dalam putusan sebelumnya, termasuk Putusan Nomor 67/PUU-XVIII/2020 dan 2/PUU-XXI/2023. Intinya, MK menetapkan bahwa masa jabatan kepala daerah dihitung satu periode penuh apabila yang bersangkutan telah menjalankan tugas selama setengah atau lebih dari masa jabatan definitif, baik sebagai pejabat tetap maupun Plt.
Lebih jauh, MK membatalkan Pasal 19 huruf e PKPU 8/2024, yang sebelumnya menetapkan bahwa masa jabatan Plt dihitung sejak pelantikan. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan prinsip konstitusional dan asas keadilan, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dampak Hukum dan Politik.
Putusan ini berdampak langsung pada status pencalonan sejumlah kandidat kepala daerah, termasuk mereka yang sebelumnya diloloskan oleh KPU untuk maju pada periode ketiga, seperti Edi Damansyah, Gusnan Mulyadi, dan Rohidin Mersyah. Berdasarkan hukum, pencalonan mereka kini dianggap batal demi hukum (null and void).
Dalam konteks perselisihan hasil Pilkada, putusan ini memberikan kewenangan kepada MK untuk membatalkan hasil pemilu jika ditemukan bahwa kandidat tersebut tidak memenuhi syarat pencalonan. Dengan demikian, keikutsertaan kandidat yang melanggar prinsip ini tidak hanya mencederai demokrasi, tetapi juga berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum yang serius.
Pelajaran Bagi Demokrasi Indonesia.
Putusan MK ini mengirimkan pesan penting: supremasi hukum adalah pilar utama demokrasi. Semua pihak, termasuk calon kepala daerah dan penyelenggara pemilu, harus mematuhi aturan main yang telah ditetapkan.
Keputusan ini diharapkan menjadi langkah maju dalam menciptakan demokrasi yang lebih bersih dan adil. Bagi para kandidat yang telah melampaui batas dua periode, putusan ini menegaskan bahwa ambisi pribadi tidak dapat mengorbankan konstitusi dan prinsip keadilan yang mendasarinya.
Pada akhirnya, putusan ini adalah pengingat bahwa demokrasi sejati hanya dapat terwujud melalui penghormatan terhadap hukum dan prinsip keadilan.
Bottom of Form.
IWAN SINGADINATA.
@ PASANGAN CALON NOMOR 1 IWAN SAPUTRA-DEDE MUKSIT ALY. ZA .
@ PASANGAN CALON NOMOR 2 CECEP NURUL YAKIN- ASEP SOPARI AL' AYUBI.
@ PASANGAN CALON NOMOR 3 ADE SUGIANTO-IIP MIFTAHUL PAOZ.
@ KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TASIKMALAYA.
@ BADAN PENGAWAS PEMILU KABUPATEN TASIKMALAYA.
@ SELURUH PANITIA PENGAWAS KECAMATAN.
@ PUBLIK