Seorang Wartawan Bisa & Menolak Audensi Dari Organisasi Masyarakat (Ormas) Dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) " ( Wartawan punya hak diam.)

Lintaspasundan news

SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA.(2024/26/12). Seorang wartawan bisa melakukan audiensi terkait pemberitaan, terutama jika pemberitaan yang dibuatnya memicu pertanyaan, klarifikasi, atau keberatan dari pihak tertentu. Audiensi ini biasanya dilakukan dalam beberapa konteks, seperti:


1. Klarifikasi Informasi

Jika ada pihak yang merasa bahwa pemberitaan tersebut kurang akurat atau menimbulkan kesalahpahaman, wartawan dapat diajak berdiskusi untuk memperjelas atau mengonfirmasi fakta.


2. Hak Jawab

Pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan memiliki hak jawab sesuai dengan Undang-Undang Pers di Indonesia (UU No. 40 Tahun 1999). Audiensi dapat menjadi salah satu cara untuk menyampaikan hak jawab tersebut.


3. Hubungan Profesional

Dalam beberapa kasus, audiensi dilakukan untuk membangun hubungan baik antara wartawan dan pihak yang diberitakan, guna memastikan kerja sama atau pemberitaan yang lebih seimbang di masa depan.


4. Mediasi

Jika pemberitaan menimbulkan konflik atau potensi sengketa hukum, audiensi dapat digunakan sebagai forum untuk mediasi sebelum masalah berlanjut ke jalur hukum.


Namun, penting untuk diingat bahwa wartawan harus tetap memegang prinsip independensi dan tidak tunduk pada tekanan yang bertentangan dengan etika jurnalistik. Proses audiensi harus dilakukan dengan tetap menjunjung kode etik jurnalistik dan kebebasan pers.

Bacajuga

https://www.lintaspasundan.com/2024/12/mengurai-beban-konsumen-dalam-labirin.html

Wartawan berhak menolak untuk beraudiensi, terutama jika alasan audiensi tersebut tidak relevan, tidak sesuai dengan etika jurnalistik, atau mengarah pada upaya intervensi terhadap kebebasan pers. Namun, penolakan ini sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut:


1. Alasan yang Jelas


Wartawan dapat menolak audiensi jika:

Tidak ada kaitan langsung antara pemberitaan dengan permintaan audiensi.


Audiensi dimaksudkan untuk memengaruhi independensi wartawan.


Terindikasi ada ancaman, tekanan, atau upaya intimidasi.


2. Tetap Mengacu pada Etika Jurnalistik


Wartawan memiliki kewajiban untuk memberikan ruang hak jawab kepada pihak yang merasa dirugikan sesuai dengan UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Namun, ini tidak berarti wartawan harus selalu hadir dalam audiensi. Hak jawab dapat diberikan melalui sarana lain, seperti pernyataan tertulis atau wawancara resmi.


3. Melibatkan Pihak Media atau Lembaga Terkait


Jika situasi audiensi berpotensi menjadi konflik, wartawan dapat melibatkan redaksi, pimpinan media, atau Dewan Pers untuk membantu menyelesaikan persoalan secara profesional.


4. Menolak dengan Sopan


Penolakan sebaiknya dilakukan secara sopan dan profesional. Wartawan dapat memberikan penjelasan mengapa audiensi tidak diperlukan atau menawarkan solusi alternatif, seperti komunikasi tertulis atau dialog terbatas..


Wartawan memiliki hak untuk diam atau menolak menjawab pertanyaan dalam situasi tertentu. Dalam konteks hukum dan etika, hak untuk diam biasanya berlaku untuk melindungi kebebasan pers, menjaga kerahasiaan sumber, atau menghindari tekanan yang dapat merusak integritas jurnalistik. Berikut beberapa situasi di mana wartawan berhak untuk diam:


1. Melindungi Kerahasiaan Sumber

Wartawan sering kali mendapatkan informasi dari sumber yang meminta kerahasiaan. Dalam banyak negara, ada undang-undang yang melindungi hak wartawan untuk tidak mengungkap identitas sumber mereka, bahkan di pengadilan.


2. Hak untuk Tidak Memberikan Pernyataan

Wartawan bukanlah pihak yang diwajibkan menjawab semua pertanyaan, baik dari pihak berwenang, narasumber, atau publik. Ini termasuk situasi di mana mereka dicecar pertanyaan yang tidak relevan atau mengancam keselamatan mereka.


3. Menghindari Intimidasi atau Tekanan

Jika wartawan merasa bahwa menjawab pertanyaan dapat memicu intimidasi atau tekanan, mereka dapat memilih untuk tidak menanggapi.


Yang penting bagi wartawan untuk tetap berpegang pada kode etik jurnalistik dan prinsip transparansi. Dalam beberapa kasus, menolak memberikan jawaban bisa memengaruhi persepsi publik, sehingga diperlukan kebijaksanaan untuk menyeimbangkan hak dan tanggung jawab.


Hak diam secara eksplisit tidak disebutkan dalam UUD 1945 (Konstitusi Indonesia) dengan istilah tersebut. Namun, hak diam atau "hak untuk tidak berbicara" sering dikaitkan dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia dan perlakuan adil dalam proses hukum. Dalam konteks Indonesia, hak ini dapat ditemukan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).


Berikut dasar hukumnya:


KUHAP Pasal 52


> Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.


Hak ini sering diinterpretasikan sebagai termasuk hak untuk tidak memberikan keterangan (hak diam) jika tersangka merasa hal tersebut dapat merugikan dirinya.

Bacajuga

https://www.lintaspasundan.com/2024/12/badan-pengawas-pemilu-kabupaten.html

KUHAP Pasal 114


> Penyidik wajib memberitahukan kepada tersangka tentang haknya untuk memberikan keterangan atau tidak memberikan keterangan.


Konstitusi UUD 1945 Pasal 28G Ayat (1)


> Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.


Pasal ini memberikan landasan umum bahwa individu memiliki hak untuk melindungi dirinya, termasuk dalam konteks hak diam untuk menghindari self-incrimination (membuat diri sendiri terjerat hukum).


Dalam Konteks Wartawan


Hak diam bagi wartawan biasanya dikaitkan dengan perlindungan kerahasiaan sumber yang diatur dalam:


1. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 4 Ayat (4):


> Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan memiliki Hak Tolak untuk melindungi sumber informasi.


Hak ini memungkinkan wartawan untuk menolak menjawab pertanyaan atau memberikan informasi yang dapat membuka identitas sumber.


Kesimpulan :


Hak diam, baik untuk tersangka, terdakwa, atau wartawan, memiliki landasan dalam KUHAP dan undang-undang lainnya. Hal ini mencerminkan prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.


Menolak audiensi adalah hak wartawan, terutama jika dirasa melanggar prinsip independensi atau tidak sesuai dengan prosedur jurnalistik. Namun, wartawan tetap harus menjaga profesionalisme, menghormati hak-hak pihak lain, dan mempertimbangkan dampak dari penolakan tersebut terhadap kredibilitas medianya.


Sumber ; Dari berbagai literatur dan pustaka pribadi.



IWAN SINGADINATA.

#PUBLIK

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.